YOUR ADS HERE

Selasa, 08 Juni 2010

Lima Relawan dalam Misi Freedom Flotilla Kembali ke Tanah Air

Lima Relawan dalam Misi Freedom Flotilla Kembali ke Tanah Air
Penumpang Kapal Mavi Marmara Korban Serangan Tentara Israel

JAKARTA - Lima di antara 12 warga Indonesia yang tergabung dalam misi Freedom Flotilla kembali ke tanah air kemarin (7/6). Didampingi Dubes RI untuk Jordania Zainulbahar Noor, lima relawan korban serangan brutal Israel di kapal Mavi Marmara tersebut mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dengan dua pesawat berbeda.

Empat orang di antaranya adalah Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa) Ferry Nur, Wakil Ketua Kispa Muhendri Muchtar, Hardjito Warno (humas), dan Okvianto Emil Baharuddin (relawan Kispa). Seorang lainnya adalah M. Yasin, jurnalis stasiun televisi TVOne.

Pekik takbir penjemput menyambut saat mereka keluar dari terminal internasional Bandara Soekarno-Hatta. Lima relawan tersebut datang secara bertahap. Okvianto tiba lebih dulu pada pukul 13.15 dengan pesawat Singapore Airlines (SQ) 958. Dalam kondisi sakit dan terluka, dia langsung dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Empat relawan lain tiba dengan pesawat Emirates 356 pada pukul 15.55, setelah terbang dari Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Ferry berjalan paling depan di antara rekan-rekannya sambil terus meneriakkan takbir.

Tepat pukul 17.00, rombongan relawan bantuan kemanusiaan Gaza itu bersama iring-iringan mobil penjemput tiba di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Jalan Pejambon, Jakarta. Saat itu gedung Kemenlu dipadati wartawan dan warga yang ingin menyambut para relawan tersebut.

Ferry dan Muhendri keluar lebih dulu. Hardjito dan Yasin muncul 20 menit kemudian. Di ruang Nusantara Kantor Kemenlu, para relawan disambut tangis dan pelukan keluarga. Suasana menjadi haru. Suasana berubah menjadi riuh rendah ketika hadirin bergantian menyalami empat relawan yang disambut seperti pahlawan itu. Massa yang hadir menyatakan simpati dan dukungan lewat spanduk dan bendera Palestina.

Ferry disambut pelukan sang istri, Khadlrotun. Lima anak, kakak ipar, dan orang tuanya juga hadir. Setelah berbincang-bincang beberapa menit, Khadlrotun menyampaikan rasa bahagianya kepada wartawan. Dia juga menuturkan ikhlas bersuami seorang pejuang kemanusiaan. "Saya ikhlas karena itu adalah perjuangan di jalan Allah," katanya.

Khadlrotun datang setelah dihubungi Kemenlu. Dia mengungkapkan, dirinya dan Ferry sebetulnya memiliki delapan anak. Tetapi, tiga anak lainnya masih berada di pesantren. Jadi, hanya lima anak yang diajak kemarin. Dia menyatakan bangga dan akan selalu rela bila Ferry berniat berangkat lagi dalam misi kemanusiaan serupa. "Insya Allah, jika itu di jalan Allah, saya rela," ujar dia.

Yasin tidak hanya disambut anak dan istri serta kerabat lain. Sebagai satu-satunya jurnalis, dia disambut banyak wartawan. Mereka bersalaman dan berpelukan. Beberapa jurnalis mengapresiasi kepulangannya.

Ketika memberikan sambutan, Menlu Marty Natalegawa mengimbau ada perbaikan komunikasi antara relawan dan pemerintah. Para relawan yang hendak mengirimkan bantuan ke wilayah Palestina diharapkan berkoordinasi dengan pemerintah.

Menurut Marty, komunikasi itu penting untuk mencari cara yang efisien dan efektif guna menyalurkan bantuan dan menghindarkan WNI terjebak di situasi serupa. "Berdasar pengalaman seminggu terakhir ini, kita harus benar-benar bijak dan berpikir jernih soal bentuk bantuan yang efisien dan efektif sehingga tepat sasaran," kata dia.

Marty menuturkan tidak memiliki solusi riil untuk menyelesaikan krisis di Jalur Gaza dan memfasilitasi antusiasme publik di tanah air dalam memberikan bantuan kepada rakyat Palestina. Tapi, papar dia, cara yang tepat dapat diwujudkan melalui komunikasi jika ada yang ingin kembali menyalurkan bantuan ke Gaza. "Keberangkatan itu memang membawa risiko. Tetapi, saya menghormati tekad yang mulia. Karena itu, untuk pelaksanaannya, mari kita kelola yang paling baik," ucap dia.

Marty menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini (8/6) dijadwalkan menerima kedatangan para relawan yang dipulangkan ke tanah air di Istana Negara dan memberikan ucapan selamat pulang. "Kami diberi tahu, Bapak Presiden akan menerima saudara-saudara semua yang sudah kembali ke tanah air," ungkapnya.

Saat acara keterangan pers di ruang Nusantara Kemenlu, Ferry mengatakan bahwa serangan Israel adalah bentuk aksi perompakan oleh militer. Sebab, hal itu dilakukan sekitar 72 mil dari perbatasan laut di perairan internasional. "Kami siap melanjutkan perjuangan kemanusiaan itu bila diberi izin oleh Allah," ujarnya.

Hardjito juga bahagia karena bisa kembali ke tanah air. Menurut dia, kondisi dua rekannya, Surya Fachrizal dan Okvianto, berangsur pulih setelah ditembak tentara Israel. Saat ini Surya dirawat di Royal Jordan Service Hospital, Amman, Jordania. "Dia masih butuh recovery. Secara umum, saat ini kondisinya baik," ucapnya.

Dia menuturkan merekam datangnya helikopter tentara Israel maupun kapal-kapal mereka saat mengepung kapal Mavi Marmara. Semuanya tersimpan dalam rekaman selama 30 menit. Tetapi, handycam miliknya dirampas tentara Israel.

Setelah diberondong peluru, imbuh dia, relawan digiring ke daratan dengan menggunakan kapal kecil. Setiap kapal berisi sepuluh orang. Mereka diminta duduk di kursi panjang yang berbentuk L. Selama sekitar 12 jam, relawan diborgol.

Di kapal itu, tentara Israel melarang para relawan berbicara satu dengan lainnya. Semua relawan senegara juga dipisahkan. Mereka tidak bisa bergerak atau berbuat apa-apa sebagai tawanan. "Ada yang kencing di botol, ada yang kencing di tempat. Saya berusaha tidak mengeluarkan apa pun saat itu," terang dia.

Begitu tiba di daratan (tentara Israel membawa kapal dan relawan menuju kota pelabuhan Ashdod), Hardjito menyatakan dibawa ke penjara dengan mobil tertutup tanpa jendela. Penjara itu lebih luas daripada penjara di Indonesia. Setiap sel berisi empat kasur dan dilengkapi dengan satu kamar mandi. Di luar sel, ada sebuah ruang pertemuan dan meja makan untuk ratusan orang. "Seperti penjara yang baru dibangun," lanjut dia.

Ada juga dapur yang dilengkapi dengan rice cooker, mesin cuci, dan peralatan elektronik lain. "Saya benar-benar tidak menyangka. Semua begitu bagus. Bukan seperti penjara," ucap dia.

Hardjito masuk penjara sejak pukul 08.00 hingga 23.00 waktu setempat. Penjagaan sangat ketat. "Saya melihat sipir memegang senjata laser. Anjing yang sangat besar turut berjaga," sambung dia.

Dia merasa diperlakukan berbeda. Tentara Israel, ungkap dia, seolah-olah menanamkan citra baik dan bersahabat meski telah menyakiti para relawan. "Kami ditembaki, lalu digiring ke penjara. Di penjara, mereka berbuat sangat baik. Kami tidak tahu apa maksudnya," tegas dia

Tidak ada komentar: